Satu tahun lebih pandemi Covid 19 mengubah pola belajar siswa dari tatap muka menjadi daring (jarak jauh) memunculkan kekhawatiran akan tertinggalnya siswa mengikuti materi pelajaran. Meskipun selama pandemi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menyiapkan kurikulum yang direlaksasi sesuai kondisi darurat, namun banyak faktor lain yang membuat kualitas pembelajaran jadi menurun.
Direktur Sekolah Dasar, Sri Wahyuningsih, mengatakan, salah satu faktor yang signifikan adalah fakta bahwa tidak semua sekolah atau orang tua memiliki fasilitas yang memadai untuk mendukung siswa belajar dari rumah. Untuk itu, Kemendikbudristek mendorong sekolah untuk segera melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas di wilayah yang masuk dalam pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 1 s.d. 3.
“Pembelajaran tatap muka terbatas harus segera dilaksanakan untuk mengantisipasi terjadinya learning loss, namun tentu harus memperhatikan kondisi lingkungan sesuai instruksi dari Presiden”, demikian disampaikan Direktur Sekolah Dasar (SD) Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih, di Jakarta, Kamis (26/8).
Sri Wahyuningsih mengatakan, Kemendikbudristek berkolaborasi dengan dinas pendidikan daerah dalam mendorong kesiapan sekolah melakukan PTM Terbatas. Terutama, untuk meredam kekhawatiran orang tua karena anak-anaknya belum divaksinasi. “Sekolah harus berkolaborasi dengan dinas pendidikan setempat, menyiapkan daftar periksa, dan psikologis semua pihak, terutama orang tua yang mengkhawatirkan anak-anaknya untuk kembali belajar di sekolah,” imbuhnya.
Di sisi lain, Sri juga mengingatkan bahwa orang tua tetap menjadi penentu utama bagi siswa dalam pelaksanaan PTM Terbatas. Untuk itu, sekolah diharapkan dapat menyosialisasikan mekanisme dan penerapan disiplin protokol kesehatan yang harus dijalankan oleh peserta didik saat berada di sekolah. “Yang perlu ditekankan adalah komunikasi kepada semua pihak agar kita disiplin melakukan protokol kesehatan dan bisa menjalankan PTM Terbatas dengan matang,” ujarnya.
Dalam melaksanakan PTM Terbatas, Sri berharap sekolah membangun kerja sama dengan layanan kesehatan setempat agar sigap bila ada warga sekolah yang terkonfirmasi Covid-19. Jika ada yang terkonfirmasi, kata dia, maka sekolah harus ditutup sampai dinyatakan aman, dan dapat memulai PTM Terbatas kembali dengan melakukan prosedur seperti awal pembukaan sekolah.
PTM Terbatas didorong agar dapat dilaksanakan awal bulan September 2021. Salah satu ketentuan yang harus diperhatikan dalam membuka sekolah yaitu pembatasan jumlah peserta didik dalam satu kelas Dengan jumlah lima puluh persen siswa yang hadir setiap hari, sekolah dapat membuat mekanisme shift. Demikian pula dengan durasi siswa berada di sekolah tidak seperti sebelum pandemi. “Maksimal mereka di sekolah selama dua sampai tiga jam saja,” kata Sri.
Bagi sekolah yang mempunyai fasilitas Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), kata Sri, Kemendikbudristek mendorong agar melakukan blended learning (daring dan luring). Dengan demikian, peserta didik yang belajar dari rumah tetap bisa belajar seperti teman-temannya yang di sekolah.
“Belajar adalah hak setiap anak, maka guru tidak boleh melakukan diskriminasi, semua siswa harus mendapatkan hak belajar yang sama. Kami sudah menyampaikan kepada dinas Pendidikan daerah agar PTM Terbatas dapat dilakukan dengan lancar, anak-anak bisa belajar dengan aman dan tetap sehat sehingga learning loss bisa ditekan,” tutur Sri.
Sumber: kemdikbud.go.id